Baru baru ini, KPU RI telah melangsungkan RDP (Rapat Dengar Pendapat) ke DPR RI Komisi II tentang tindak lanjut PKPU no. 10 tahun 2023 pasal 8 ayat 2 tentang keterwakilan perempuan.
Dari kesimpulan yang telah ditetapkan DPR RI Komisi 2 yaitu meminta KPU RI untuk tidak mengubah peraturan yang telah berlaku.
Foto : Novita Gulo Kader PDI Perjuangan |
Saat diwawancara Novita Gulo menjelaskan :"Bila setiap DAPIL tidak mencapai 30% keterwakilan perempuan pada setiap DAPIL "untuk apa" diadakan kegiatan sosialisasi tersebut ke masyarakat jika ujungnya hanya memberi harapan palsu kepada perempuan ? Ini masih tahap penjaringan, masih belum terduduk diparlemen . Jelas sekali pada sosialisasi tersebut sangat diharapkan 30% keterwakilan perempuan terduduk diparlemen. Lalu politik seperti apa ini ? Ingin mencalonkan perempuan tetapi syarat utama dan pergerakan perempuan untuk mencalonkan diri malah dibatasi. Pada kenyataan kondisi lapangan, masih ada DAPIL yang keterwakilannya belum mencapai 30% akibat PKPU no. 10 tahun 2023 pasal 8 ayat 2.
"Coba bersama kita pikirkan, menurut KPU dan DPR RI keterwakilan perempuan telah melebihi kuota total 37 % hal tersebut dirasa tidak perlu dilakukan perubahan. Bapak Ibu, Apakah anda sebagai warga negara yakin memilih semua perempuan tersebut lalu mereka duduk semua diparlemen sebanyak 30% ? Yakin ? Tidak mungkin ya.. masyarakat sekarang pintar pintar, perempuan yang dipilih pasti memiliki karakter yang mereka kenal. Masyarakat akan memilih yang pantas menyampaikan aspirasi mereka bukan asal asal seperti itu." Imbuhnya.
"Selama ini, KPU RI sounding keberbagai macam media telah melakukan kegiatan selama ini untuk membahas tentang keterwakilan perempuan. Nyatanya apakah kegiatan tersebut untuk sekedar simbolis lalu menjadi sebuah gagasan seolah-olah KPU DAN DPR RI serta pemerintah berpihak pada kaum perempuan ? Apakah benar seperti itu ?Pada survey dilapangan, Semua bahasa tentang perempuan seolah olah berpihak pada perempuan justru membatasi hak politik kaum perempuan." Pungkasnya.
Menurut Novita Gulo, Jika terus berada pada kepasrahan seperti ini regulasi semakin dilemahkan karena terasosiasi kuat dengan kepentingan, dan akan menjadi ancaman terselenggaranya pemilu demokratis. KPU sebagai Penyelenggara pemilu seharusnya bukan hanya mengurusi aspek teknis, tetapi juga memiliki kewenangan menerbitkan peraturan dan kebijakan (self regulator bodies) yang tidak boleh diintervensi lembaga mana pun (full authority), termasuk DPR, pemerintah, dan partai politik. Saya akan menunggu kabar KPU untuk merevisi PKPU No 10/2023 . Buktikanlah bahwa KPU memiliki komitmen dan serius untuk menciptakan pemilu yang inklusif. Dengarkan aspirasi publik dan tunjukkan bahwa KPU memang bekerja bebas dan tidak dalam bayang-bayang kepentingan elite tertentu.
Saya dukung KPU untuk menggagas dan membela hak politik perempuan. (RED)